Nuansa Minangkabau yang ada
di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur dengan jenis musik
apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar
di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran
musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh
masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik
tradisional antara lain :
Saluang
Saluang
adalah alat musik tradisional khas Minangkabau,Sumatra Barat. Yang mana
alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum
Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk
dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang
ditemukan hanyut di sungai.
Alat ini termasuk dari golongan alat
musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi
talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan
diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk
membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau. Pemain
saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya
Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah
dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik nafas bersamaan,
sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari
akhir lagu tanpa putus. Cara pernafasan ini dikembangkan dengan latihan
yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan nafas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan
cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style
tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok
Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup
sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan
pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari
daerah Solok.
Dahulu, khabarnya pemain saluang ini
memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya.
Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu
kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang
tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam
sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusia……dst
Bansi
Bansi Bentuknya Pendek dan memiliki 7 lubang dan dapat memainkan lagu-lagu tradisional
maupun modern karena memiliki nada standar. Setelah tahu bentuknya lalu
saya coba untuk belajar bansi terlebih dahulu karena mudah, saya
bawakan musik bansi yang ada dalam tari pasambahan, dan lumayan mudah.
Untuk saluang, sampai saat ini masih belajar dengan keras karena saya
anggap orang yang mahir di saluang berarti untuk alat musik tiuplainnya
pasti mudah.
Saat ini saluang lah yang saya anggap
mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dalam memainkannya. Hanya
orang-orang yang mempunyai perasaan yang lembut dan menjiwai terhadap
apa yang di bunyikannya.
Talempong
Talempong
adalah sebuah alat musik khas Minangkabau. Bentuknya hampir sama
dengan gamelan dari Jawa. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun
ada pula yang terbuat dari kayu dan batu, saat ini talempong dari jenis
kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentukbundar pada
bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat
bundaran yang menonjolberdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga
nada(berbeda-beda). Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan
pada permukaannya.
Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tari
piringyang khas, tari pasambahan, tari gelombang,dll. Talempong juga
digunakan untuk menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh
kejelian dimulai dengantangga pranada DO dan diakhiri dengan SI.
Talempong diiringi oleh akor yang cara memainkanya sama dengan
memainkan piano
Rabab
Dengan rabab ini dapat tersalurkan bakat musik seseorang.
Biasanya dalam rabab ini dikisahkan berbagai cerita nagari atau dikenal dengan istilah Kaba.
Gandang Tabuik.
Tabuik berbentuk
bangunan bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan, dan bambu dengan
tinggi mencapai 10 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah
Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala
“wanita” cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu
dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya
terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.
Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan
Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki
kemampuan terbang secepat kilat. Pada bagian tengah Tabuik berbentuk
gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut
kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif
ukiran khas Minangkabau.
Di bagian bawah dan atas gapura
ditancapkan “bungo salapan” (delapan bunga) berbentuk payung dengan
dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Pada bagian puncak Tabuik
berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga
bermotif ukiran.
Di atas payung ditancapkan patung burung
merpati putih. Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan
panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan
untuk menggotong dan “menghoyak” Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang
dewasa.
Tabuik dibuat oleh dua kelompok
masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik
dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli
budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik.
Musik Minangkabau berupa instrumentalia
dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini
berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa
persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman
yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi/merantau.
Industri musik di Sumatra Barat semakin
berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan
musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik
Minang modern di Sumatra Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an
ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar